Sejarah,
Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia
1. Pendahuluan
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik
Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36
“bahasa Negara ialah bahasa Indonesia”. Ia juga merupakan bahasa persatuan
bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Melalui
perjalanan sejarah yang panjang, bahasa Indonesia telah mencapai perkembanagan
yang luar biasa, baik dari segi jumlah pemakainya, maupun dari segi tata bahasa
dan kosakata serta maknanya. Sekarang bahasa Indonesia telah menjadi bahasa modern
yang digunakan dan dipelajari tidak hanya di seluruh Indonesia tetapi juga di
banyak Negara. Bahkan keberhasilan Indonesia dalam mengajarkan bahasa Indonesia
kepada generasi muda telah dicatat sebagai prestasi dari segi peningkatan
komunikasi antarwarga Negara Indonesia. Meski demikian, masih banyak juga
penduduk Indonesia yang tidak menggunakannya sebagai bahasa ibu, mereka lebih
suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti
bahasa Makassar, bahasa Mandar, bahasa Jawa, bahasa Bugis, dll.
Bahasa Indonesia merupakan sebuah dialek bahasa
Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia, sebagai bangsa Indonesia tentunya
akan lebih berkesan positif jika kita menjadikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nomor satu yang perlu kita hargai dan banggakan.
2.
Sejarah Bahasa Indonesia
A.
Sebelum Kemerdekaan
Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari
bahasa Melayu yang sejak dari zaman dahulu sudah dipergunakan sebagai bahasa
perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga
hampir di seluruh Asia Tenggara sejak abad ke VII. Bukti yang menyatakan itu
ialah ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit tahun 683 M (Palembang), Talang
Tuwo tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur tahun 686 M (Bangka Barat). Prasati
itu bertuliskan huruf Pra-Nagari berbahasa Melayu Kuno. Bahasa Melayu Kuno itu
tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah juga ditemukan
Prasasti tahun 832 M dan di Bogor tahun 942 M yang menggunakan bahasa Melayu
Kuno.
a.
Melayu Kuno
Penyebutan
pertama istilah Bahasa Melayu sudah dilakukan pada masa
sekitar 683-686 M, yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti
berbahasa Melayu Kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis
dengan aksara Pallawa atas perintah raja Kerajaan Sriwijaya. Wangsa Syailendra
juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuno di Jawa Tengah. Yang kesemuanya
bertuliskan Pra-Nagari dan bahasanya bahasa Melayu Kuno memberi petunjuk bahwa
bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat
komunikasi pada zaman Sriwijaya.
Berikut
ini kutipan sebagian bunyi batu bertulis Kedukan Bukit. “Swastie syrie syaka
warsaatieta 605 ekadasyii syuklapaksa wulan waisyaakha dapunta hyang naayik di
saamwan mangalap siddhayaatra di saptamie syuklapaksa wulan jyestha dapunta
hyang marlapas dari minanga taamwan...” (Terjemahan dalam
bahasa Melayu sekarang (bahasa Indonesia): Selamat! Pada tahun Saka 605 hari
kesebelas pada masa terang bulan Waisyaakha, tuan kita yang mulia naik di
perahu menjemput Siddhayaatra. Pada hari ketujuh, pada masa terang bulan
Jyestha, tuan kita yang mulia berlepas dari Minanga Taamwan...)
b.
Melayu Klasik
Karena
terputusnya bukti-bukti tertulis pada abad ke-9 hingga abad ke-13, ahli bahasa
tidak dapat menyimpulkan apakah bahasa Melayu Klasik merupakan kelanjutan dari
Melayu Kuno. Catatan berbahasa Melayu Klasik pertama berasal dari Prasasti
Terengganu berangka tahun 1303. Seiring dengan berkembangnya agama Islam
dimulai dari Aceh pada abad ke-14, bahasa Melayu klasik lebih berkembang dan
mendominasi sampai pada tahap di mana ekspresi Masuk Melayu berarti masuk agama
Islam. Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu semakin jelas
dari peninggalan kerajaan Islam baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan
pada batu nisan di Minyeh Tujo, Aceh tahun 1830 M, maupun hasil susastra (abad
ke-16 dan ke-17) seperti syair Hamzah Fansuri, hikayat raja-raja Pasai, sejarah
Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin. Bahasa
Melayu menyebar kepelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di
wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara
sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa
dan antarkerajaan. Karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur. Bahasa Melayu dipakai diwilayah Nusantara, dalam
pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap
kosakata dari berbagai bahasa terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia,
bahasa Arab dan bahasa Eropa.
Perkembangan
bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa
persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang
bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai
dengan istilah Melayu Pasar. Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah
dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap
istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya.
Bentuk
yang lebih resmi, disebut Melayu Tinggi, pada masa lalu digunakan kalangan
keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini
lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak
seekspresif Bahasa Melayu Pasar. Pemerintah kolonial Belanda
yang menganggap kelenturan Melayu Pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya
Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan Bahasa Melayu Tinggi, di
antaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai
Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah telanjur diambil oleh banyak pedagang
yang melewati Indonesia
B. Setelah
kemerdekaan
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati
diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana,
pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa
Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno
tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas
pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari
Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa
Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki
Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa
Tengah, "jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa Melajoe jang
soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah
ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe,
hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia;
pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes
dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan
Indonesia". atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II
1954 di Medan, Sumatra Utara, "...bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa
Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan
pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia".
Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan
salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya
sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu
seperti bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa
bahasa Indonesia baru dianggap lahir atau diterima keberadaannya pada tanggal
28 Oktober 1928. Dimana, Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan
pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia, yang
menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia. Ikrar Sumpah Pemuda
yang dikumandangkan pada tanggal 28 Oktober 1928 itu salah satu butirnya adalah
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Adapun bunyi ikrar lengkap
pemuda Indonesia yang dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda itu adalah sebagai
berikut.
Teks Sumpah Pemuda
Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia.
Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu,
Bangsa Indonesia.
Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan,
Bahasa Indonesia.
Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945
bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya dan ditetapkan dalam UUD
1945 pasal 36. Ejaan Bahasa Indonesia dibakukan dan ditetapkan sejak 1972,
setelah mengalami beberapa perubahan (tahun 1901 Ejaan van Ophuijsen dan tahun
1947 Ejaan Soewandi). Tahun 1975 dikeluarkan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD). Lima tahun sekali, Ejaan bahasa Indonesia senantiasa
disempurnakan hingga sekarang melalui Kongres Nasional Bahasa Indonesia dengan
motor penggerak Pusat Bahasa. Di era kesejagatan kini, bahasa Indonesia
dipelajari di berbagai PT nasional dan internasional.
3.
Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Kedudukan dapat diartikan sebagai status
ataupun posisi dimana sesuatu itu ditempatkan. Begitu juga dalam kaitanya
dengan bahasa, kedudukan bahasa dapat diartikan sebagai status bahasa sebagai
sistem lambang nilai budaya yang diru,uskan atas dasar nilai sosial yang
dihubungkan dengan bahasa yang bersangkutan.
Bahasa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara juga memiliki kedudukan yaitu sebagai bahasa nasional. Kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dimulai saat dicetuskanya Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Selain sebagai bahasa Nasional, bahasa Indonesia
juga memiliki kedudukan lain yaitu sebagai bahasa Negara seperti tercantum
dalam UUD 1945. Dalam kaitanya sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia
memiliki fungsi yang sangat penting yaitu:
1.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa
Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan
kita.
2.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa
Indonesia merupakan lambang bangsa Indonesia seperti layaknya bendera kita yang
harus kita junjung tinggi sebagai lambang Negara. Bangsa Indonesia telah
memiliki bahasa identitas sediri yaitu bahasa Indonesia yang mana tidak setiap
Negara berani memiliki bahasanya sendiri sebagai identitas diri.
3.
Sebagai alat perhubungan antarwarga,
antardaerah, dan antarbudaya bahasa Indonesia membuat seluruh bangsa Indonesia
dapat hidup berdampingan antarsuku tanpa perlu terjadi kekhawatiran terjadi
kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional ini setiap warga Indonesia dapat tinggal atau menjelajahi seluruh
wilayah Indonesia.
4.
Sebagai alat yang memungkinkan penyatuan
berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya
masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia, bahasa Indonesia
ditempatkan sebagai sarana menjembatani terjadinya kesatuan bangsa yang terdiri
atas banyak sekali suku bangsa yang memiliki watak, budaya, dan kesukuan
masing-masing. Dengan bahasa Indonesia memungkinkan masyarakat Indonesia yang
beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu
dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan
bahasa nasional bahasa Indonesia setiap warga Negara akan memiliki kecintaan
dan dapat meletakkan kepentingan bangsa di atas kepentingan daerah atau
golongan.
Selain
sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahas
Negara, dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki
fungsi sebagai berikut (1) Bahasa resmi kenegaraan, (2) Bahasa pengantar resmi
di lembaga-lembaga pendidikan, (3) Bahasa resmi di dalam perhubungan pada
tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
serta pemerintah, dan (4) Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Bahasa
yang berkembang di dalam wilayah Indonesia sangatlah banyak. Hampir setiap
daerah memiliki bahasa sendiri-sendiri seperti jawa, sunda, Madura, bali,
bugis, makasar, batak, papua, dll. Bagaimanakah atau dimanakah kedudukan
bahasa-bahas atersebut?
Setelah
ditentukanya bahasa Indonesia yang dahulunya adalah bahasa Melayu sebagai
bahasa nasional dan bahasa Negara bahasa daerah yang lain seperti jawa, sunda,
bali, batak, papua dan lain sebagainya ditempatkan dalam kedudukan sebagai
bahasa daerah. Dalam kaitanya dengan bahasa Indonesia bahasa daerah memiliki
fungsi yang sangat penting. Fungsi nyata bahasa daerah dapat kita lihat dari
banyaknya kata dalam bahasa Indonesia yang diambil dari bahasa daerah. Itu
menunjukan bahwa bahasa daerah memiliki fungsi dan kedudukan yang sangat penting
dalam perkembangan bahasa Indonesia. Secara terperinci bahasa derah memiliki
fungsi sebagai berikut:
a.
Dalam kaitanya dengan bahasa Indonesia
·
Sebagai pendukung bahasa nasional
·
Bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah
tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia
dan mata pelajaran lainnya
·
Alat pengembang dan pendukung kebudayaan
daerah.
b.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah
sendiri
·
Sebagai lambang kebanggaan daerah
·
Lambang identitas daerah
·
Alat penghubung di dalam keluarga dan masyrakat
daerah
Selain bahasa daerah, ada lagi bahasa yang saat
ini berkembang pesat pemakainya seperti bahasa Inggris, perancis, mandarin,
belanda, jerman dan lain-lain. Adapun kedudukan dari bahasa bahasa tersebut
adalah sebagai bahasa Asing. Dalam kedudukanya sebagai bahasa asing,
bahasa-bahasa tersebut di atas tidak memiliki kemampuan atau bersaing dengan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional maupun bahasa Negara atau dengan kata
lain bahasa asing tidak akan pernah menjadi bahasa nasional ataupun bahasa
Negara Indonesia. Begitupun dalam kaitannya dengan bahasa daerah. Bahasa asing
ini memiliki fungsinya sendiri yaitu sebagai alat perhubungan antarbangsa, alat
pembantu pengembangan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern, dan alat
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk pembangunan.
Melihat dari sisi fungsi ketiga bahasa yang
berkembang di Indonesia, dapat kita ketahui bahwa semua bahasa tersebut penting
dan bermanfaat bagi bangsa kita. Namun yang perlu diperhatikan adalah jangan
sampai ketika kita berusaha menguasai bahasa Asing yang saat ini sedang sangat
diminati kita menjadi lupa akan bahasa Daerah atau bahasa Indonesia.
4.
Fungsi Bahasa Indonesia
Pembiasaan
penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah
pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai
wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat
modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya
sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
Pada
dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan
kebutuhan seseorang, yakni :
a.
Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk
mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau
memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak
sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Sebagai
alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala
sesuatu yang tersirat di dalam diri kita.
Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain
·
agar
menarik perhatian orang lain terhadap kita
·
Keinginan untuk membebaskan diri kita dari
semua tekanan emosi
b.
Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat dari ekspresi diri.
Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau
dipahami oleh orang lain. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran
perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita
menciptakan kerja sama dengan sesama warga atau masyarakat di dalam lingkunagan
tertentu.
c.
Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi
Sosial
Anggota-anggota masyarakat dapat dipersatukan secara efisien melalui
bahasa. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan
memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang
kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda.
Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan
menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.
d.
Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Bahasa sangat efektif sebagai alat kontrol
social. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada
masyarakat. Salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol social
yaitu buku-buku pelajaran, buku-buku instruksi, ceramah agama atau dakwah,
orasi ilmiah atau politik, Iklan layanan masyarakat, layanan social, dll
Daftar Pustaka
Tim
Pengajaran Bahasa Indonesia Universitas Hasanuddin. 2008. Bahasa Indonesia. Makassar: UPT MKU Universitas Hasanuddin.
http://mahasiswatrunojoyo.blogspot.com
http://silvirestususeno.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar